Bahaya Mengabaikan Zikrullah

Di dalam tubuh kita ada 3 bagian yang  harus perhatikan secara special, 3 bagian tersebut adalah  fisik, logika perfikir dan hati ( spiritual). Pada kenyataanya kita sering menghabiskan waktu keseharian kita penuh dengan kerja keduniaan saja. Coba kita renungkan mulai pagi hingga malam sibuk bekerja untuk dunia, baik sebagai pelajar maupun pekerja. Pergi meninggalkan rumah mengendarai kendaraan bermotor atau mobil  sambil mendengarkan berita atau musik. Sampai di kantor, banyak pekerjaan yang sudah menanti, yang harus disegerakan berdarakan dateline seperti sibuk menghadiri rapat dan menyusun laporan dan pekerjaan yang lainnya.

Seiring waktu  berjalan maka tibalah azan berkumandang, diri ini terkadang tak menyegerakan shalat. Kalau shalat pun sekadar menggugurkan kewajiban, tak lagi menikmati zikir. Bahkan, yang lebih parah adalah melaksanakan  sholat di akhir mepet waktu sholat berikutnya, bahkan sampai tidak melaksanakna shalat dan sepenuhnya melupakan zikirullah karena terlalu asyik kerja untuk keduniaan. Naudzubillah.

Kita bisa bayangkan jika perjalanan  hidup kita tanpa dengan zikir (mengingat) Allah, hidup ini jadi penuh syahwat dan hanya mengikuti hawa nafsu yang tidak pernah bertepi. Nafsu tiba-tiba yang muncul adalah jauh dari ketenangan (muthmainnah), yaitu keburukan (nafsul ammarah bis su), seperti hasrat yang ingin menguasai, menjadi unggul sambil meremehkan orang lain, tidak  perduli apakah haram atau halal, yang penting dia senang, sombong, kikir, dan segala keburukan. Memang secara  kasat mata terlihat baik, orang yang mengabaikan zikir, namun  sejatinya adalah orang-orang yang punya penyakit karena dalam dirinya penuh dengan berbagai keburukan, hati dan batinnya kering dari nilai spiritual Allah. Bukankan kita telah mengingat bahwa yang Allah lihat adalah hati kita, sebagaimana di sitir di dalam hadits Rosulullah SAW

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Jika mulut terasa berat untuk berzikir, dan banyak perkataan tak berfaedah dikeluarkan, syahwat akan menjalar seperti kanker ganas. Pikiran hanya digunakan untuk kebaikan diri sendiri, menjadi sempit dan dangkal. Keadaan seperti ini adalah berasal dari kealpaan berzikir dosa besar, dan kemunafikan, yang tersimpan di dalam hati.

Bagaiman cara agar kita Istiqomah dalma berzikrullah.

Penyakit yang sifatnya abstrak ini sangatlah segera untuk ditanggani, milihat banyak madhorot yang timbul dari kekosongan dalam berdzikir, seharusnya lisan kita mengagungkan asma Allah, hati kita hanya diisi dengan asma Allah, dan perbuatan kita hanya untuk Allah. Minallah, fillah ilallah

Mengutip pendapat  al-Imam Izzuddin bin Abdissalam dalam Syajaratul Maarif, hakikat zikir adalah mengingat perjumpaan dengan Allah (dzikru liqa Allah) setelah mati. Fokus zikir hanya Allah, yang diungkapkan dengan berbagai untaian kalimat yang mengagungkan Allah, seperti tasbih (subhanallah//Mahasuci Allah),

tahmid (alhamdulillah/segala puji bagi Allah), tahlil (la ilaha illa Allah/ tiada Tuhan selain Allah), dan takbir (Allahu akbar/ Allah Mahabesar).

Ada pula kalimat lain, sepert hasbunallah wa nimal wakil nimal maula wa nima an-shir (cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami), la haula wa la quwwata illa billah (tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kuasa Allah).

Penyebutan kalimat tadi dilakukan berkali-kali. Yang terbiasa zikir setelah shalat jama’ah akan berzikir dengan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, puluhan sampai ratusan kali. Menurut al-Faqih al-Muqaddam, Al-Ustaz al-Azham (Guru terbesar) , beliau adalah ahli fikih zahir dan batin yang diutamakan, Muhammad bin Ali Baalawi, membiasakan dirinya berzikir la ilaha illa Allah hingga seratus ribu kali dalam sehari.

Sebuah cerita menyebutkan, suatu ketika dia berzikir menghadap lautan menyebut tahlil dengan sungguh-sungguh. Kemudian tetumbuhan, angin, bebatuan, tanah, dan lautan, semuanya ikut melafalkan la ilaha illa Allah.

Dalam berbagai riwayat hadis, Rasulullah adalah teladan berzikir. Dia adalah sosok yang sangat dicintai Allah, yang sudah dijamin terhindar dari dosa (mashum), yang pasti masuk surga. Namun, dia masih berzikir sepanjang hidupnya. Nabi Muhammad melazimkan dirinya beristighfar hingga 70 kali dalam sehari, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari.

Ada pula yang berzikir dengan membaca Alquran (wa rattilil quranan tartila QS al-Muzammil: 4) dan berdoa dengan menggunakan kalimat indah. Masih banyak lagi ungkapan zikir yang biasa dilazimkan para kekasih Allah, nabi, rasul, dan orang-orang saleh.

Al-Imam Abu Hasan as-Syadzili al-Hasani menjelaskan empat macam zikir. Pertama, adalah zikir pada tingkatan awam agar jangan sampai melupakan Allah. Kedua, adalah zikrullah yang membuat diri ini selalu mengingat betapa pedihnya azab, dan betapa nikmatnya karunia Allah.

Ketiga, adalah zikir yang mengingatkan diri ini kepada kesempurnaan Allah dan betapa rendah dan rusaknya diri ini. Dan keempat, ini adalah tingkatan zikir yang tinggi, yaitu zikir yang membuat diri ini diingat Allah.

Jika Allah sudah mengingat kita, hidup akan terasa tenang. Tak ada ruang di hati ini untuk cinta dunia. Yang dirindukan adalah kematian dan perjumpaan dengan Allah dan Rasulullah Muhammad yang membawa syafaat.

Ketika Allah sudah mengingat si hamba, apa yang dibutuhkan si hamba akan dicukupi. Lahir dan batinnya akan dimantapkan hanya untuk zikrullah menuju kebahagiaan berjumpa dengan-Nya.

About Miswan M.Pd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *