Kisah Remaja Nabi Muhammad SAW

Selepas kepergian ibunda, ia diasuh oleh kakeknya,  Abdul Muthalib. Ia sungguh mencintai dan merawatnya dengan penuh kasih sayang. Akan tetapi, ketika usia Muhammad  tepat  delapan tahun dua bulan dan sepuluh hari, kakeknya pun wafat. Kemudian pengasuhan Muhammad  beralih kepada pamannya,  Abu Thalib.

Pada masa pengasuhan Abu Thalib inilah, beliau menjalani masa remaja. Ketika Muhammad  berusia 12  tahun, Abu Thalib mengajaknya pergi ke Syam (sekarang meliputi Suriah, Palestina, Yordania dan Lebanon) untuk berbisnis. 

Tatkala kafilahnya sampai di Bushra, mereka berjumpa dengan seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Dia mulai memperhatikan Muhammad,  menghampiri dan berbicara dengannya. Tak lama, ia menengok ke Abu Thalib dan bertanya “Apa hubunganmu dengan anak kecil ini ?” “Ia anakku,” jawabnya. “Ia bukan anakmu, dan semestinya anak itu tidak memiliki ayah yang masih hidup,” kata Buhaira. 

Abu Thalib pun mengakui bahwa dia adalah keponakannya. Pendeta itu lalu meminta kepada Abu Thalib untuk membawanya  pulang kembali, takut akan orang-orang Yahudi yang hendak menyakitinya. Lantas ia pun membawanya kembali ke Mekkah. 

Setelahnya, Ahmad (nama lain Nabi SAW)  menjalani masa remajanya dengan menggembala kambing, kendati upah yang didapat hanya beberapa qirath (satu qirath:  0,2 g berlian) (HR. Bukhari). Tidak lain kecuali untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membantu paman yang menanggung banyak anak. 

Layaknya remaja zaman itu, banyak sekali yang rusak akibat perbuatan maksiat. Tapi dengan izin Allah, Ahmad muda nan gagah terjaga dari perbuatan yang merugikan kebanyakan kawan sebayanya. Sampai suatu ketika Nabi bercerita tentang dirinya, bahwa dia pernah dua kali duduk mendengarkan pesta perkawinan ketika zaman jahiliah, tapi Allah tutup telinganya hingga tertidur dan terbangun esoknya dengan terik matahari. “Setelah itu, aku tidak pernah lagi berniat (mengikuti) perbuatan buruk.” (HR. Thabrani).

Ketika Muhammad menginjak usia 20  tahun, di Mekkah terjadi peristiwa Harbul Fijar (Peperangan Fijar). Perang yang meletup antara Kabilah Quraisy bersama Bani Kinanah melawan Qais dan ‘Aylan. Beliau pun ikut berperang dengan paman-pamannya dan menyiapkan anak panah untuk mereka.

Pasca kemenangan Kabilah Quraisy  dalam peperangan tersebut, disepakatilah perjanjian yang diabadikan dengan istilah Halful Fudhul. Bertambahlah pengalamannya dalam masalah diplomasi dan negosiasi. Sedemikian terkesannya, beliau berkata — setelah diutus menjadi Rasul — “Aku telah menyaksikan di rumah Abdullah bin Jad’an perjanjian yang lebih aku sukai daripada unta merah [kendaraan elit waktu itu], dan sekiranya aku diundang pada momen yang sama pada hari ini, tentu aku memenuhinya.”

Menjelang usia dewasa yang matang, Muhammad  semakin menekuni dunia bisnis. Menurut Syeikh Mubarikfuri dalam Ar-Rahiq Al-Makhtum,  Nabi berdagang dengan mitra terbaiknya Saib bin Abi Saib. Barulah ketika berumur dua puluh lima tahun, Muhammad menjalin kerja sama bisnis dengan Siti Khadijah, wanita kaya raya nan mulia.  

Mengenal lebih jauh pribadi Nabi SAW  bukan hanya ketika peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang bertepatan 12 Rabiul Awwal setiap tahun. Namun, kewajiban kita sebagai umatnya patut terus menggali sejarah kehidupannya (sirah) dari berbagai aspek dan masa.  

Kiranya, gambaran masa remaja Rasulullah tersebut dapat menguatkan hati kita untuk lebih mencintai  dan menjadikannya panutan dalam merangkai kehidupan. Juga menceritakannya kepada keluarga dan sanak saudara serta masyarakat luas. Apalagi disaat Rasulullah dinistakan oleh Presiden Perancis Macron dan para pembeci Islam beberapa waktu lalu. 

Allahu a’lam bishowab.

About Miswan M.Pd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *