Wisata Di Sekitar Jam Gadang

Gambar: Penampakan Jam Gadang bukittinggi dengan lingkungan sekitarnya – Foto: Google Maps

Jam Gadang adalah menara jam yang menjadi ikon kota Bukittinggi. Tidak sempurna berkunjung ke kota padang jika tidak menuju ke Jam Gadang ini, alhamdulillah, dengan rasa syukur kepadaNya, akhirnya DPD dan DPW AGPAII DKI Jakarta sebanyak  9 orang telah sampai di Jam Gadang, dengan menggunakan dua mobil travel, mereka adalah bapak Misa Mahfud,  Ibu. Cut Anisah, Bapak. Sangad, Ibu. Hj.Suratmi,, Ibu. Maryanah, Ibu. Khuriatul Asnawati,dan Ibu.  Nasroh, kita sampai disana sekitar menjelang Magrib, kurang lebih setengah jam menghabiskan waktu menikmati  suasana sore yang asri, nyaman, dan sangat representatif  sebagai objek destinasi  di kota padang.

Nah, setelah  berphoto dengan tampilan yang terbaik kita,   pokoknya sampai habisa gaya deh,  dengan backgroud jam gadang, maka tidak salahnya kita akan membahas tentang,  sejarah dari Jam Gadang, Tahukah Sobat  jika Jam Gadang digerakkan secara mekanik oleh mesin yang didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda? Mesin tersebut hanya diproduksi 2 unit saja, unit yang setipe masih dipakai sampai sekarang di menara Big Ben yang berada di kota London, Inggris. Menara Jam Gadang memiliki 4 jam dengan diameter masing-masing 80 cm di setiap sisinya, sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti “jam besar. Sedangkan ukuran dasar bangunan Jam Gadang yaitu 6,5 x 6,5 meter, ditambah dengan ukuran dasar tangga selebar 4 meter, sehingga ukuran dasar bangunan keseluruhan 6,5 x 10,5 meter.[3] Bagian dalam menara jam terdiri dari lima tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul.

Menurut sumber Wikipedia: Jika Sobat  amati, pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Recklinghausen. Benhard Vortmann adalan nama pembuat jam, sedangkan Recklinghausen adalah nama kota di Jerman yang merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.

Jam Gadang menjadi lokasi peristiwa penting pada masa sekitar kemerdekaan Indonesia, seperti pengibaran bendera merah putih (1945), Demonstrasi Nasi Bungkus (1950), dan pembunuhan 187 penduduk setempat oleh militer Indonesia atas tuduhan terlibat Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (1959)

Saat ini, Jam Gadang menjelma menjadi objek wisata dengan perluasan taman di sekitarnya. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sini.

Pengunjung dapat menikmati kemegahannya dari keempat sisi. Jam yang dibangun dengan menggunakan batu kapur dan putih telur ini masih terlihat kokoh. Menurut sejarahnya, bentuk bagian atap telah digubah sebanyak dua kali dari bentuk aslinya.

Hal menarik dari bangunan jam ini adalah bentuk romawi yang tidak tertulis ‘IV’ melainkan ‘IIII’. Selain itu, mesin penggerak jam diproduksi Vortmann Recklinghausen pada tahun 1892. Mesin ini diklaim hanya ada dua di dunia, yaitu di Jam Gadang Bukittinggi dan Big Ben London.

Menurut sejarah Jam Gadang mulai dibangun pada 1926-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, sekretaris atau controleur kota Fort de Kock (sekarang dikenal dengan kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Jamnya sendiri merupakan hadiah dari Ratu Belanda, Wilhelmina. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto dari Koto Gadang, sementara pelaksana pembangunan adalah Haji Moran dengan mandornya Sutan Gigi Ameh.

Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat, di atasnya terdapat patung ayam jantan menghadap ke arah timur. Kemudian pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menjadi bentuk pagoda. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk atap gonjong.

Bahkan ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan di Bukittinggi, bendera merah putih untuk pertama kalinya dikibarkan di puncak Jam Gadang, setelah melalui pertentangan dengan pucuk pimpinan tentara Jepang. Pemuda yang memimpin massa untuk menaikkan pertama kali Sang Saka Merah Putih di puncak Jam Gadang bernama Mara Karma, Pada masa Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (1958–1961), terjadi pertempuran antara Tentara Indonesia (ketika itu bernama Angkatan Perang Republik Indonesia atau APRI) dengan pasukan PRRI. Di bawah Jam Gadang, APRI pada 1959 membunuh sekitar 187 orang dengan cara ditembak. Hanya 17 orang dari jumlah tersebut yang merupakan tentara PRRI, sedangkan selebihnya merupakan rakyat sipil.Para mayat lalu dijejer di halaman Jam Gadang.

Setelah operasi penumpasan PRRI, APRI membangun Tugu Pembebasan di sekitar Jam Gadang untuk memperingati kemenangan mereka. Relief di tugu melukiskan ninik mamak sedang “bersujud di bawah telapak kaki tentara yang berdiri dengan angkuhnya”. Tugu tersebut dihancurkan pada masa pemerintahan Gubernur Sumatra Barat Harun Zain

Jika Sobat  ingin menikmati pesona Jam Gadang, waktu yang tepat untuk berkunjung adalah pada saat senja. Sebab suasana saat itu bisa memberikan kesan syahdu yang mendalam. Warna matahari yang kemerahan berpadu dengan warna lampu sekitar Jam Gadang membuat pemandangan menjadi lebih menarik.

Untuk Sobat  yang eksis di Instagram, rasanya belum lengkap kalau tidak berfoto di Jam Gadang dari berbagai sisi. Banyaknya atraksi dan aktivitas masyarakat sekitar yang berlalu lalang di area Jam Gadang membuat foto yang Sobat tangkap akan semakin berwarna. Jangan lupa untuk setting kamera agar hasil jepretan fotomu makin kece, ya!

Sudah enggak sabar merasakan keseruan di Jam Gadang? Yuk, dukung upaya pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif dengan vaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan 6M, mulai dari menggunakan masker dengan benar, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, dan menghindari makan bersama supaya aktivitas berwisata nanti tetap aman dan nyaman!I

About Miswan M.Pd

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *