Dalam sejarah Islam, khitan sudah dikenal sejak zaman Nabi Ibrahim AS.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Imam Ahmad, bahwa Nabi SAW bersabda, “Ibrahim Khalil Ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.”
Namun, ada sejumlah riwayat dan literatur yang menerangkan bahwa khitan ini telah ada sejak zaman Nabi Adam AS. Bahkan, bangsa-bangsa terdahulu juga melakukan hal yang sama.
Mengutip keterangan dari Injil Barnabas, Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang berkhitan. Ia melakukannya setelah bertobat kepada Allah dari dosa-dosa yang dilakukannya karena melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi.
Ketika syariat ini dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS, karena pada masa itu banyak keturunan Nabi Adam AS yang telah melupakan syariat ini. Karena itu, Nabi Ibrahim AS diperintahkan untuk menghidupkan kembali tradisi yang menjadi fitrah umat manusia itu.
Pada masa Babilonia dan Sumeria Kuno, yakni sekitar tahun 3500 Sebelum Masehi (SM), mereka juga sudah melakukan praktik berkhitan ini. Hal ini diperoleh dari sejumlah prasasti yang berasal dari peradaban bangsa Babilonia dan Sumeria Kuno. Pada prasasti itu, tertulis tentang praktik-praktik berkhitan secara perinci.
Begitu juga pada masa bangsa Mesir Kuno sekitar tahun 2200 SM. Prasasti yang tertulis pada makam Raja Mesir yang bernama Tutankhamun, tertulis praktik berkhitan di kalangan raja-raja (Firaun).
Prasasti tersebut menggambarkan bahwa mereka menggunakan balsam untuk menghilangkan rasa sakit, saat sebagian kulit kemaluan laki-laki dipotong. Tujuan mereka melaksanakan khitan ini adalah untuk kesehatan.